NetizenJombang.Com – Kampanye, pengenalan atau intervensi terhadap pemilih atau peserta pemilihan umum sering kali dilakukan oleh tim sukses atau Calon Legislatif (Caleg) mendekati tanggal pencoblosan.
Undang-undang sudah mengatur bahwa aparatur pemerintah desa yang tugasnya menjadi pelayan masyarakat dilarang terlibat dalam aktifitas kampanye dengan dalih apapun.
Larangan tersebut demi menjaga netralitas praktik demokratisasi dan menghindari konflik.
Larangan kepala desa dan perangkat desa yang terlibat kamoanye diatur dalam beberapa undang-undang, antara lain :
* UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi partai pengurus politik dan ikut serta atau terlibat dalam kampanye pemilu atau pilkada. Perangkat desa juga dilarang melakukan hal yang sama.
* UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menyebutkan bahwa pelaksana dan tim kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa (BPD) dalam kegiatan kampanye. Kepala desa, perangkat desa, dan BPD juga dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye. Selain itu, pejabat negara, pejabat struktural, pejabat fungsional, dan kepala desa dilarang membuat keputusan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
* UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang menyebutkan bahwa pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau lurah dan perangkat desa atau kelurahan dalam kampanye.
* Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2023 melarang perangkat desa terlibat kampanye dan partisan dalam mendukung salah satu pasangan calon. Pada Pasal 280 ayat 2 huruf i dijelaskan perangkat desa dilarang dilibatkan sebagai pelaksana, peserta dan tim kampanye.
Jika kepala desa dan perangkat desa melanggar undang-undang tersebut, mereka akan dikenakan sanksi hukum, baik administratif maupun pidana.
Sanksi administratif dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, pengampunan jabatan, atau pemberhentian dengan hormat.
Sanksi pidana dapat berupa pidana penjara dan denda, sesuai dengan ketentuan undang-undang yang dilanggar.
Dalam pasal 490 berbunyi setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Oleh karena itu, kepala desa dan perangkat desa harus menghindari politik praktis dan tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional dan bertanggung jawab.
Kepala desa dan perangkat desa harus menjadi contoh bagi masyarakat dalam berdemokrasi yang sehat, jujur, dan adil.
Ditulis oleh A. Setiawan Paralegal Dharmadyaksa.(Red)