NetizenJombang.Com – Masyarakat di Kota Santri tengah mengeluh dengan adanya kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hang dinilai terlalu mencekik.
Data yang ada, nilai pembayaran pajak yang awalnya puluhan ribu saat ini naik menjadi ratusan ribu rupiah.
Hal tersebut berpotensi membawa dampak negatif bagi keluarga pra sejahtera, seakan ancaman kemiskinan semakin dekat didepan mata.
“Sebelumnya setiap tahun pajak saya tetap Rp 32 ribu. Tapi tahun ini tiba tiba jadi Rp 173 ribu,” ujar Fatimatuz Zahro, warga Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung saat diwawancarai wartawan, Kamis (18/1/2023) kemarin.
Kenaikan itu tak hanya dialami olehnya, tetangga sekitar rumahnya juga mengeluh atas kenaikan pajak yang dinilai mencekik masyarakat kecil. Terlebih para masyarakat pra sejahtera atau lazimnya para penerima PKH.
“Ya intinya keberatan sekali, apalagi saya penerima PKH, mau bagaimana lagi. Kemarin sudah saya bayar lunas saya cari- arikan uang,” lanjutnya.
Sofiati warga lain menambahkan, ia mengaku keberatan dengan kebijakan kenaikan PBB di Jombang.
Dia mempunyai luas tanah 643 meter persegi dikenakan biaya pajak Rp 41 ribu. Dimana kala itu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) masih permeter nya Rp 128 ribu.
Sedangkan pada tahun 2024 ini, dia mengaku terjadi kenaikan yang cukup signifikan, menjadi Rp 182 ribu dengan NJOP per meternya Rp 1,4 juta.
Sementara, Kepala Bapenda Jombang Hartono mengakui jika ada kenaikan PBB di Kabupaten Jombang.
Hal tersebut dilakukan setelah ada penyesuaian dengan regulasi terbaru yang disandingkan dengan nilai tanah di pasar.
“Ya memang kita tidak menaikkan secara umum. Tapi lebih menerapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sesuai nilai pasar saat ini,” kata Hartono.
Dia mengaku dampak penerapan NJOP sesuai pasar tersebut membuat nilai PBB yang wajib dibayar oleh wajib pajak naik. Namun ia mengatakan ada pula yang turun dan ada yang tetap. “Tidak semua naik,” katanya.
Hartono membeberkan ada beberapa cara yang digunakan oleh Bapenda untuk menentukan NJOP per meter.
“Pertama menggabungkan dengan zona nilai tanah berdasarkan data BPN. Kemudian menentukan harga tanah per meter berdasarkan appraisal yang dilakukan pihak ketiga,” terangnya.
“Hal itu mengacu pada Peraturan Darrah (Perda) Nomor 13/2023 tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta UU 1/2022 tentang hubungan keuangan pusat dan daerah,” tandasnya.(red)